My fav doctor's profile |
Selalu ada saat saya
benar-benar tidak ingin menjadi dokter. Saat harus menangisi seorang pasien,
saat sistem pendidikannya terasa tak adil, saat senior begitu menjengkelkan,
dan saat harus menghadapi ujian. Ini semua selalu membuat saya ingin melompat
dari jendela. (Hanya memikirkannya saja…hehehe).
Saya sering mengatakan kalau
punya anak nanti, mereka tidak akan
pernah saya sarankan untuk menjadi dokter. Ini profesi yang terlalu berat jika
dijalani dengan benar, atau dipikirkan dengan seksama. Bukan sekedar memakai
jas putih, menenteng stetoskop, berkoar-koar menasehati pasien, menulis resep.
Filosofi dibaliknya lebih dalam sebenarnya dibandingkan hal-hal teknis
tersebut.
Kemarin saya mendapat shift jaga di rumah sakit, ini salah
satu bagian dari pendidikan dan pengabdian tentunya. Salah satu pasien yang
saya terima tiba-tiba memburuk di malam hari. Tak ada satu pun keluarga yang
menjaga saat itu. Kondisinya sebenarnya sudah membaik saat saya pertukaran
jaga. Saya sudah menangani kegawat daruratannya saat itu berdasarkan gejala yang
saya temukan dan pengetahuan saya. Hanya
saja sampai saat saya off, saya masih belum dapat menemukan alasan mengapa
kondisinya tiba-tiba memburuk. Kita semua tahu, segala hal yang terjadi di
tubuh kita, adalah rangkaian reaksi yang saling terhubung, dan mengetahuinya
membuat kita dapat memahami sebuah gejala dan menemukan cara mengatasinya. Tim
jaga saya yang lain pun tak dapat memberikan jawaban. Mungkin karena kami masih
membutuhkan bukti-bukti yang lain, seperti hasil lab dan sebagainya, atau ada hal yang luput dari perhatian kami. Disinilah doa bekerja.
Sehari kemudian, saya baru tahu kalau pasien tersebut meninggal.
Kondisinya sempat membaik, dan tim jaga setelah saya sudah menemukan penyebab
sebenarnya, penanganan yang seharusnya pun sudah dilakukan. Tapi, kembali lagi
kalau ajal adalah takdir yang sudah ditetapkan. Pasiennya mengalami aspirasi
makanan, saat itu kemungkinan makanan yang dia makan masuk ke dalam saluran
pernapasan, menyumbat di sana dan dengan segera membuatnya tak bisa bernapas. Hal
ini memang dapat mematikan dalam sekejap.
Saya menjadi marah pada keluarga yang memberinya makanan,
marah pada pasiennya yang merokok 10 bungkus/hari, marah pada tim jaga saya,
marah pada diri saya sendiri, marah pada pengetahuan dan pengalaman saya yang
sepertinya belum cukup untuk menyelamatkannya, dan seandainya dibolehkan, saya
pun akan marah pada Tuhan yang tidak memberi petunjuknya saat itu, yang tidak
menjaga pasiennya. Ini hal yang sanagt bodoh sebenarnya, tapi saya benar-benar
marah dan depresi untuk beberapa hari.
He said.."everybody lies" |
Saya ingin mengatakan pada masyarakat, jangan menganggap
kami terlalu berlebihan, kami pun hanya manusia biasa. Dokter adalah sebuah
profesi. Kami hanyalah perpanjangan tangan dari Pencipta. Bekerja samalah
dengan menjaga hidup kalian dengan lebih baik dan banyaklah berdoa.
Saya meyakini sesuatu, jika seorang
dokter benar-benar memahami profesinya, dan tidak memiliki mental yang kuat,
maka dia pasti akan menjadi gila. Saya sepertinya….sedang menuju ke sana. Heeee
*Saya minta maaf dan berdoa untukmu…L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar