2014/02/04

"Find Your Own Home!"

Hahahahaha..don't believe this, you shouldn't have d' second one from d' first!!
Ini hari yang biasa bagiku, menemui klien di pagi hari. Walau sebenarnya Aku berharap masih menggeliat di tempat tidur saat ini.

"Hai...!" Aku menyapa mereka. 
Empat lelaki paruh baya menatapku ramah. Mata ku berkeliling di antara mereka, menimbang dari lagak dan laku, mencari siapa yang utama. Urusanku hanya dengannya. Dia tidak berdiri menyapaku seperti lainnya. Terlihat tak peduli dengan mengirit senyum. Tampaknya kutemukan dia. 

Aku memakai baju biru dengan bagian bahu yang terbuka. Rok pendek 1/3 paha dan sendal jepit. Padu yang seksi bagiku, ku rasa. Kami berkenalan dan dalam waktu beberapa menit seolah kami adalah teman lama. Aku tak akan menceritakan pada kalian dia siapa, dan apa pekerjaannya.  Aku pun tak pusing selama dia membayarku dengan layak. Kami mengobrol tentang banyak hal. Aku harus bisa mengimbangi segala topik yang diajukannya. Aku mungkin menonton berita dan membaca koran lebih rajin dari kalian. Itulah seni dari profesi ini. Kami bukan hanya teman yang memeluk dan membawa kenikmatan pada mereka. Kami tempat mereka menuangkan kisah dan kegilaan, ide absurd dan cabul yang tak diceritakannya pada istri, anak, sahabat. Dia pun satu diantaranya. Seorang suami pastinya, ayah, mungkin tokoh di daerahnya, pejabat teras. 

Aku menarik bangku ku agak jauh, agar dapat menautkan kedua kaki dan membuat lutut kami bertemu. Mereka sering menyukai pose tersebut. Sengaja kucondongkan badanku ke arahnya saat dia bercerita. Itu akan membuatnya merasa penting. Laki-laki selalu menyerah pada perempuan yang dapat meninggikan ego mereka. Walaupun kebanyakan diantara kita sebenarnya hanya berpura-pura. Aku telah mempelajari ini sejak lama. Mereka yang datang padaku dan kembali datang, menemukanku sebagai tempat dimana mereka bisa menelanjangi dirinya dari kulit hingga hati. Keterbukaan yang tidak memberikan konsekuensi. Kalian tahu, kadang lelaki menjadi pengecut. Stigma keperkasaan mereka membuatnya harus menjaga citra bahkan terhadap mereka yang terdekat. yang tercinta. Apa yang kurang dari istri mereka di rumah, yang menunggu di pintu, di dapur, di tempat tidur. Aku tak ingin berspekulasi. Tetapi aku yakin, mereka mencari apa yang mereka tak dapatkan di rumah. Mungkin Aku rumah yang sebenarnya. Aku adalah liang tempat mereka pulang, menanggalkan baju zirah dan beristirahat.

Tanpa kusadari kafe ini semakin ramai juga hanya tinggal kami berdua di meja. Aku mengundangnya ke kamarku, sekedar basa basi walau toh kami memang akan ke sana. Aku menghabiskan makan siang dan segera beranjak. Dia tidak mengikutiku, katanya akan menyusul. Hatiku tergelak saat Aku mengangguk mengiyakan. Kenaifan yang memuakkan. Itu kebiasaan mereka, tetap berusaha menjaga nama baik dengan berlaku baik dan mencuri kesan. Tak ingin terlihat berjalan bersamaku tapi ingin meraba setiap inci kulitku. Toh semua orang mungkin sudah tahu hanya melihat bagaimana kita bertemu, dari tatapan hingga gerak tubuh. .

Sebelum berlalu, kusempatkan menoleh pada perempuan di samping meja kami. Sejak tadi, dia tampak sibuk dengan laptop di depannya, sesekali mengangkat wajah dan menatap kosong ke arah kami. Dia orang yang harusnya sangat jelas menduga sesuatu. Dia melihat dan mendengar kami.  Aku tak menyukainya. Lebih mudah menerima mereka yang memandangku dengan geram dan menghakimi karena Aku bisa menertawakan kekerdilan hati dan kepicikan mereka, dibanding mereka yang menatapku kosong. Tak ada pembenaran atau penyalahan di matanya. Dia membuatku gugup. Seperti seorang sutradara yang sedang memetakan aktor-aktornya, menarasikan alur, menata tempat dan waktu. Dia tidak menilai baik buruk aktornya. Dia hanya sibuk merangkai kisah, menempatkan mereka di dalamnya dan membiarkan permainan berlangsung. Dia mengambil kendaliku. 
Kuberikan tatapan tajam, berharap dia mengalihkan matanya padaku. Tapi...beberapa puluh detik, dia masih menunduk, menatap jemarinya yang berloncatan di atas keyboard. 
Aku yakin...itu cerita tentangku. F***!!


NB : Aku perempuan di samping meja, yang menatap kosong karena pikiranku sibuk menyusun kata untuk tesis. Hehehehee..Terima kasih untuk cerita siang ini.