Ku pikir memiliki kekasih akan menyenangkan setiap orang. Setidaknya membungkam mereka yang selalu bertanya "mana calonnya?"disertai pandangan iba. Ternyata hidup tak semulus dan selancar jalan tol. Kali ini pandangan mereka berganti geram. Hehehehe
Kuceritakan sesuatu. Tuhan mengantarkan seseorang padaku, Aku menganggapnya begitu karena dia datang begitu saja tanpa petir atau hujan. Kedatangannya di hari yang sama dengan kemarin dan kemarin. Aku bukan orang yang mudah membuka hati, aku bahkan lupa dimana kuncinya seolah hati memiliki kehendaknya sendiri. Ini yang kusebut "kehendak Tuhan". Jika Aku memiliki kendali, akan ku buka untuk mereka yang datang sebelumnya. Makanya tiap kali menyukai seseorang...kegirangan ku melompat tinggi berikut rasa syukur karena jatuh cinta itu sangat menyenangkan, rasa takutnya pun hal yang tak kalah mendebarkan. "Jatuh cinta" menjadi hadiah dan cobaan bagiku. Kali itu..hatiku tak menolak dirinya, walaupun tidak berloncat kegirangan juga.
Aku bukan orang yang mendapatkan sesuatu dengan mudah, bahkan untuk hal-hal kecil dalam hidup seperti urusan sekolah, kerjaan, cinta. Makanya saat Tuhan mempertemukan dengan seseorang begitu saja, lalu semuanya berjalan dengan baik begitu saja, rasanya ada yang terlupa. Benar saja, hanya butuh sebulan untuk Tuhan membuktikan cintaNya. Dia menitipkan banyak kerikil di jalan, memaksaku untuk berhenti dan memungutinya satu-satu. Mungkin sebelumnya ada hujan kerikil atau Tuhan menyuruh Malaikat menumpahkan sejuta ember kerikil.
Dia yang datang padaku, memberi banyak kebaikan tapi juga membawa banyak masa lalu. Kupikir cukup hanya diriku yang tahu, pemakluman dan segala kekuatiran. Ternyata bukan hanya aku, kisahnya melibatkan orang banyak, meninggalkan kesan buruk di mana-mana. Banyak yang menggugatku, menyesalkan, menkuatirkan, menggunjingkan. Aku tak tahu seberapa kuat hatiku mampu mengabaikan, atau seberapa lebar senyumku mampu mendengar tudingan...yang pasti ini menyesakkan.
Aku tak bisa marah karena yang dikatakan mereka benar adanya, tak bisa geram, sedih pun tak ada yang peduli mungkin. Aku hanya bisa diam, tersenyum..sedikit tertawa tapi miris dalam hati. Membela diri pasti akan menyakitinya dan membelanya pasti akan membuat mereka semakin geram. Sedang diriku? Siapa yang akan membelaku, setidaknya menepuk bahuku dan mengatakan semua tidak seburuk yang terlihat.
Aku mengerti sepenuh hati dan jiwa betapa mereka yang menegur, menggugat bahkan mencibir sangat menyayangiku. Mereka memiliki ekspektasi untuk hidupku. Mereka melekatkan konsep ideal padaku dari citra yang membentukku selama ini. Aku harus menjaga konsep ideal itu tidak hancur dan menghancurkan mereka yang bercermin padaku. Tapi..ada dirinya yang juga menyayangiku, Kata Ibu, selain terhadap mereka...Aku pun memiliki tanggung jawab terhadap hidupnya. Siapa yang memberiku semua tanggung jawab itu??
Saat ini Aku memikirkan keputusan yang adil untuknya, untuk orang tuaku, untuk mereka dan untukku. Keputusanku berganti setiap waktu. Saat keberanianku muncul..Aku memihaknya, saat ketakutan menghampiri..Aku meninggalkannya. Tapi...apapun keputusanku, tak ada yang menjamin hidupku akan bahagia kan?? *sigh
Note : Maafkaan galau iniiiii..:(