pic |
"Bergeraklah bersama alam, mengalir seperti air."
Dia mengatakannnya padaku di suatu malam saat mengetahui Aku menangisinya. Menjadi seperti air...mengikuti arus, menyesuaikan kecepatan, tidak mencoba melawan pola yang ada. Air selalu menuju muara, berpindah dengan tarikan gravitasi yang merupakan hukum alam untuknya. Air hanya mengetahui satu ketetapan yaitu dimanapun dia berada, dia harus kembali ke muara. Tak ada koordinat pasti dimana perjalanan akan berakhir.
Air memahami bahwa petunjuk selalu ada di titik terendah yang dapat dicapainya. Jika dia tak lagi mengalir, maka itulah muara, rumah tempat dia harus pulang. Aku seketika yakin air adalah makhluk yang sangat sederhana, penuh kesabaran dan rendah hati dalam perjalanannya. Dia tak memaksakan diri, maka dia cukup menelusup di celah bebatuan, mengembun di dedaunan, menetes di bebatuan. Dia pun dapat membobol pegunungan. Bukan karena kemarahan, tapi hanya bergerak dalam kesederhanaan tujuan yang ternyata menjadi kekuatan terbesarnya. Tuhan menciptakan sunnatullah untuk makhluknya, ketetapan yang harus dijalani dan itulah semesta. Maka tak akan ada hal yang buruk jika kita bergerak bersama semesta.
Dia bersama alam, katanya. Maka Aku tak punya alasan untuk bersedih.
Apakah telah benar memahami pesannya, Aku tak tahu. Bagiku, manusia adalah kerumitan. Kita memiliki hati yang terus bergerak, kadang menuju cahaya ataupun malah bersembunyi darinya. Itu mengapa kita adalah makhluk tertinggi, karena Tuhan tahu betapa sulitnya menjadi manusia yang benar. Kesadaran akan hidup, membuat kita berjuang setiap waktu.
Sifat "wahmi" yang diberikan Tuhan menghidupkan segalanya di semesta. Aku sering berpikir, mencintai adalah hal yang sangat merepotkan. Terlalu mencintai akan memberimu kebahagiaan, tapi juga kesedihan. Ketakutan jika dia meninggalkanmu. Jika dapat, maka Kau akan memilih mengikatnya bersamamu agar dapat mengawasinya setiap saat. Kehilangan dia atau mereka yang dicintai, adalah hal yang paling buruk. Aku sering terbangun tengah malam, dan menangis hanya karena mengingat suatu hari orang tua, saudara, keluarga, dia, mereka, Aku dan Kau akan pergi. Seperti yang dia katakan, "tak ada pesta yang tak berakhir." Itu konsekuensi dari mencintai, kesedihan mendalam saat kehilangannya, dan kesadaran bahwa itu adalah kepastian.
pic |
Aku sering penasaran mengapa manusia membunuh dirinya, tidak mencintai hidup. Apakah mereka telah melalui kontemplasi yang mengantarkan kesadaran bahwa Life is Suck!!! ?? Yahh..sometimes, we feel that too. Tapi, keteraturan adalah hal yang membosankan, kita butuh sedikit gila, sedikit rumit. Apapun badainya di malam hari, kita hanya perlu bertahan karena pagi pasti akan datang dan semuanya berakhir. berganti cerah. Walaupun badai yang lain akan segera tiba. Kita cukup bertahan lagi, begitu seterusnya. Jika bosan bertahan, maka hiduplah bersama badainya, tapi jangan sampai mati. Lagipula mereka mungkin lupa, semengerikannya hidup ini, hidup setelah mati sepertinya lebih mengerikan lagi.
"Ini akan berakhir, suatu hari. Tentunya dengan akhir yang baik karena Aku bersama alam."
Aku tersenyum saat mendengarnya. Dia sepertinya bukan memberitahuku, tapi lebih meyakinkan diri sendiri. Aku sedih karena dia berada dalam kerumitan yang ada. Berdoa dan berharap, semua akan berjalan seperti apa yang diyakininya. Bukankah Tuhan menghakimi berdasarkan apa yang kita yakini, karena perjalanan keyakinan itu pun adalah gerak Ketuhanan?
Aku telah belajar tentang air darinya. Tapi Aku juga meyakini, seperti avatar...manusia adalah alam itu sendiri, maka kita memiliki sifat air, angin, api dan tanah. Mungkin lain kali, kita harus mempelajari unsur yang lain, biar hidup ini terasa lebih mudah.
Hidup adalah bergerak mengalir dan belajar....terus belajar menjadi benar . :))
*..."Tolong, jangan menkuatirkanku, karena Aku akan lebih kuatir karenanya!" Heee
nice article :)
BalasHapus