Pic from here |
Jika seseorang menelponku tengah malam buta, saat mata harusnya terkatup di ranjang, Aku akan menerimanya dengan sejuta tanya. Siapa, apa, mengapa? Kebiasaan menjaga kKinik 24 jam membuat pola pikir menjadi waspada untuk sapaan di malam hari. Mungkin jika ada kekasih, Aku tak perlu menduga terlalu jauh. Toh....siapa lagi yang akan menelponku selain dia dan pasien. :)
Malam ini, telpon ku berdering, dari dia yang harusnya sudah terlelap bersama yang lainnya di rumah. Aku benar berharap bukan kabar buruk. Dia mulai menyapa, bercerita terlalu riang untuk suasana malam, sesekali tertawa tanpa ada lelucon, seperti orang yang jatuh cinta atau menang undian duit segudang. Kupikir Aku salah orang, mungkin saja bukan dia yang kukenal, dia yang memiliki intonasi datar berwibawa, penuh gumaman dan kantuk kebosanan. Aku seketika mencari jati diri suara yang sepertinya kukenali tapi tetap meragukan, menelusuri aksen miliknya, menelisik tawanya, menggali ceritanya.
Aku iri dengan keriangan itu, saat Aku menderita insomnia sebagai penanda kebosanan hidup. (Aku menduganya, bukan bermaksud tidak bersyukur, hanya sepertinya ada yang salah dengan siklus semesta). Sesuatu membuatnya senang dan pikirku bertanya seberapa penting untuknya bercerita padaku di malam buta, yang munngkin berarti Aku cukup bermakna untuknya. Karenanya Aku berubah penting malam ini dan ternyata menyenangkan mengetahuinya walau Aku membuat preposisi kesimpulan sendiri tanpa kalirifikasi.
Kukira tak apa bila dia melakukannya lagi suatu hari (berharap saat itu Aku masih terjaga), sekedar bercerita dan berbagi tawa. Hanya saja, Aku bisa saja salah paham padanya. Bukankah hanya kekasih dan pasien yang biasanya menelpon di jam tidur??
.....dan dia, agak sulit untuk keduanya. Heeee...
*sleep tight this night.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar